MANJADDA WA JADDA
Foto by Google |
Ada ungkapan Arab yang terkenal di kalangan pesantren yaitu
“Man Jadda Wa Jada” yang artinya “Barangsiapa bersungguh-sungguh pasti akan
mendapatkan hasil, ”where there is a will there is a way”, juga terkenal di
masyarakat kita pepatah “Dimana ada kemauan, pasti disitu ada Jalan “.
Tidak ada hal yang sulit jika kita mau berusaha dengan
kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas, yang penting ada kemauan dan ada
kesungguhan serta gunakan logika serta ilmu pengetahuan sesuai kapasitas kita
masing masing yang telah Allah Ta'ala karuniakan.
Setiap manusia punya potensi untuk tumbuh dan berkembang,
jadi bukan hanya sekedar tumbuh semata, melainkan harus berkembang. Allah sudah
berikan modal dasar berupa otak dan akal yang lebih baik dibandingkan dengan
mahluk lainnya di muka bumi ini. Jadi sangatlah keliru jika kita beranggapan
bahwa nasib tidak bisa diubah.
Nasib kita itu kita sendirilah yang menentukan, sebagaimana
yang telah di firmankan oleh Allah dalam kitab suci Al-Quran bahwa Allah tidak
akan mengubah nasib suatu kaum sampai kaum itu sendiri yang mengubah nasib atau
keadaan yang ada pada dirinya (QS Ar-Ra'd 11).
Kalau sekarang kita menyaksikan arus globalisasi yang
menggunakan cara-cara kapitalis-liberal dalam menggapai rezeki Ilahi, maka
akibatnya bisa kita rasakan sangatlah buruk.
Memang disatu sisi tampaknya kondisi sosial ekonomi
masyarakat tenang saja, akan tetapi jangan salah, selama bertahun-tahun kita
telah dibuai oleh nilai-nilai yang ternyata jauh dari ayat-ayat Allah.
Tengok saja dewasa ini terjadi penumpukan modal di
segelintir anggota masyarakat. Uang terkonsentrasi di kelompok mereka yang
menggunakan cara-cara tidak terpuji: korupsi, kolusi, manipulasi,
kongkalikong, jalan pintas serta beragam kelicikan lainnya.
Sementara semakin banyak kelompok miskin yang terseok-seok
mencari kehidupan akibat sistem yang salah kaprah, seperti pameo “Yang kaya
semakin kaya yang miskin bertambah miskin “.
Kapitalisme liberalistik mengajarkan rangkaian kompetisi
yang tidak sehat, tidak fair dan tidak transparan.
Sementara konsep yang dielaborasi dari nilai-nilai islam
merupakan konsep ideal yang bisa diterapkan secara mudah, tidak berliku-liku
dan sangat faktual berlaku dalam kehidupan masyarakat di masa kini maupun di
masa-masa mendatang. Islam memberikan kiat berlomba-lomba dalam kebaikan
(Fastabiqul khairat - common virtues).
Terminologinya jelas “Berlomba-lomba”artinya saling
bahu-membahu (hand in hand, bersinergi). Dalam berupaya menggapai rezeki dan
atau mencapai sesuatu tujuan yang baik, yakin bahwa pencapaian harus dilakukan
melalui sebuah jaringan, sebuah network atau Jam’iyah, bukan dengan jalan
sendiri-sendiri alias individualistik.
Keberhasilan pencapaian juga diarahkan kepada pemerataan
kapital berdasarkan asas keadilan, bukan penimbunan yang mengundang keserakahan
(seperti yang diterapkan ekonomi kapitalis) bukan pula asas “sama rata sama
rasa” yang ditawarkan oleh konsep ekonomi komunis.
Kita lihat saja dalam ekonomi kapitalis justru hal yang
sebaliknya sangat jauh dari nilai-nilai Islam malah dilegalkan seperti :
bersaing secara tidak wajar-menciptakan aneka penghambat (barrier to entry)
dalam mekanisme dagang, tujuan menang-menangan, berkompetisi secara tidak
sehat, yang akhirnya akan melahirkan mental-mental manusia serakah (greedy),
saling menjegal, saling meniadakan bahkan saling membunuh dalam ranah persaingan
menggapai rezeki, parahnya hal tersebut kini malah dianggap lumrah, wajar
karena telah diterima oleh banyak kalangan masyarakat.
Bagi kita yang kini telah terlanjur tenggelam dalam arus
modernisasi, arus ekonomi neo liberal dengan segala manifestasinya, saatnya
kini berada di simpang jalan, ada pilihan-pilihan buruk ada pula pilihan
terbaik, ada kesempatan memilah dan memilih yang terbaik, dan ini semuanya
tergantung niat kita memperjuangkan keberdayaan kita sebagai umat manusia,
sebagai hamba Allah yang patuh dan taat terhadap segala perintahNYA. Memang
pilihan ini memerlukan perjuangan serius untuk berubah, bukan langkah
setengah-setengah, bukan pula dengan keragu-raguan.
Sebagaimana ummat Islam yang diharuskan oleh Allah untuk
masuk kedalam ajaran Islam secara keseluruhan (kaffah). Konsep ideal menjemput
rezeki bukanlah sesuatu yang sulit digapai, persoalannya terpulang kepada niat
serta kesungguhan hati untuk memperjuangkan yang benar adalah benar dan yang
salah adalah salah. Jadi kita tak perlu pesimis, miris atau tidak yakin dengan
upaya kita melakukan reposisi di segala bidang, khususnya menjemput rezeki.
Apabila tata nilai yang berlaku saat ini sangat jauh dari
aturan Allah, maka hendaknya kita bisa mengubahnya dengan sebuah proses “pemupukan”
idealisme yang terus menerus.
Sehingga bukan pada tempatnya lagi kita berfikir pragmatis
sekedar uang dan hidup, akan tetapi memandang jauh kedepan dengan misi-misi
yang lebih baik. Ada ungkapan yang terkenal sebagai pernyataan seorang Umar Bin
Khattab ra yg idealis, semestinya menjadi inspirasi kita semua yaitu, “Jika ada
1000 orang yang membela kebenaran, aku salah seorang diantaranya,
Jika ada 100 orang yang membela kebenaran, aku berada
diantaranya. Jika ada 10 orang pembela kebenaran, aku tetap ada di barisan itu.
Dan jika hanya ada 1 orang yang tetap membela kebenaran, maka akulah orangnya.”
Janganlah argumentasi dan perjuangan kita di rel yang benar
(on the right track) dapat dengan mudah dipatahkan hanya karena alasan
pragmatis dan jargon realistis, itu bukanlah mental seorang pejuang.
Karena itu tanamkan terus pola pikir (mindset) serta mental
seorang pejuang kedalam implementasi menggapai rezeki atau ikhtiar apapun yang
positif, jangan mudah menyerah terhadap keadaan.
Ingat, Pelaut ulung tidak lahir dari gelombang laut yang
tenang. Hanya mereka yang berani menentang arus, yang akan menemukan
jernihnya mata air. Wallahu A’lam Bissawab. (mth234)
Tidak ada komentar